Kawasan Hutan Dalam Masalah

bagikan :

“Tetapkan Hari Hutan Indonesia untuk rayakan pentingnya hutan Indonesia!” tulis sebuah petisi yang sudah didukung oleh 1,4 juta orang. Petisi itu diinisiasi oleh Hutan Itu Indonesia bersama 21 organisasi lainnya dalam konsorsium Hari Hutan Indonesia. Mereka mengajak supaya ada satu hari dimana mata, pikiran, dan usaha masyarakat Indonesia ditujukan untuk menjaga hutan. Ajakan tersebut dilandaskan pada kondisi Indonesia sebagai negara dengan hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia, tetapi kini terancam akibat pelbagai aktivitas pembukaan lahan. (Hari Hutan Indonesia 2021). Ajakan itu juga, seolah-olah memberitahu kita bahwa Indonesia mengalami permasalahan mengelola hutan.

Untuk mengetahui situasi permasalahan pengelolaan hutan, kita harus memahami terlebih dahulu terminologi yang digunakan. Hutan berdasarkan statusnya terbagi menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dikuasai oleh negara melalui Pemerintah, sedangkan hutan hak dikuasai oleh pemilik hak atas tanah atau rakyat. Penguasaan hutan oleh Pemerintah dilakukan dengan mekanisme kawasan hutan.

Menurut PP 23 tahun 2021 kawasan hutan didefinisikan sebagai wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lebih lanjut lagi, kawasan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Singkatnya, Pemerintah mendapat mandat mengelola hutan di kawasan hutan.

Berlandaskan definisi tersebut, kawasan hutan berbicara mengenai area yang dipertahankan sebagai hutan tetap. Kondisi tutupan lahan pada kawasan hutan diharapkan berupa hutan. Namun, data KLHK (2023) pada tahun 2022 menunjukkan total jumlah tutupan lahan non hutan di kawasan hutan seluas 29,9 juta ha. Luas tersebut berada di hutan konservasi seluas 4,2 juta ha, hutan lindung seluas 5,3 juta ha, hutan produksi tetap seluas 14,9 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 5,5 juta ha. Situasi ini menunjukkan adanya gejala permasalahan dalam mengelola kawasan hutan.

Tidak berhenti disana, gejala permasalahan dalam mengelola kawasan hutan diperkuat dengan adanya tingkat reforestasi yang rendah. Dalam kurun waktu 10 tahun (2013-2022), reforestasi atau penghutanan kembali paling tinggi hanya mencapai angka rata-rata 72.738 ha per tahun. Kondisi lebih parah terjadi pada hutan lindung dan hutan konservasi. Reforestasi pada hutan lindung hanya mencapai 7.189 ha per tahun dan hutan konservasi hanya mencapai 2.950 ha per tahun. Lalu, apakah mungkin kawasan hutan dapat dihutankan kembali?

Tabel Reforestasi di berbagai fungsi kawasan hutan

PeriodeHutan Konservasi (ha)Hutan Lindung (ha)Hutan Produksi (ha)Hutan Produksi Konversi (ha)
2012-201360015.500186.7005.800
2013-20142.0005.000154.300109.900
2014-20151.000980122.800200
2015-201615.10028.30089.00012.300
2016-20175.60014.900105.3006.800
2017-20185.2006.00026.5004.700
2018-201927002.20030
2019-20200133.076136
2020-2021050023.800200
2021-20220013.700100
Rata-rata (ha/th)2.9507.18972.73814.017
Sumber: KLHK

Kita bisa memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan reforestasi. Asumsikan tidak terjadi deforestasi dan kinerja melakukan reforestasi konstan. Maka, waktu yang diperlukan untuk reforestasi paling cepat adalah 206 tahun pada hutan produksi. Bahkan untuk hutan konservasi memerlukan waktu 1.429 tahun agar reforestasi terjadi. Artinya, reforestasi pada kawasan hutan merupakan sebuah keniscayaan.

Tabel Analisis waktu yang dibutuhkan untuk reforestasi

Fungsi Kawasan HutanHutan Konservasi (ha)Hutan Lindung (ha)Hutan Produksi (ha)Hutan Produksi Konversi (ha)
Luas non hutan (ha)4.215.0005.255.50014.966.1005.465.400
Rata-rata reforestasi (ha/th)2.950,207.189,3072.737,6014.017
Akan tumbuh dalam (th)1.429731206390
Sumber: hasil analisis

Melihat situasi tersebut, kita perlu meninjau kembali pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan oleh Pemerintah. Mandat yang diberikan adalah memastikan kawasan hutan memiliki tutupan lahan berupa hutan. Untuk mewujudkannya secara efektif dan efisien, maka perlu pelibatan pihak lain dalam pengelolaan kawasan hutan. Dalam konteks tersebut, pihak yang paling utama adalah rakyat sebagai subjek yang berdekatan langsung dengan kawasan hutan.

Kawasan hutan mengalami permasalahan. Tutupan lahan berupa non hutan mencapai jutaan ha. Hal itu diperparah dengan kinerja reforestasi yang kurang baik. Mewujudkan kawasan hutan yang sesuai dengan mandat merupakan suatu keniscayaan. Gejala ini, harus dipandang sebagai permasalahan oleh Pemerintah.

FORCI

Center for Forestry Organizational Capacity and Institutional Studies